Kamis, 14 Mei 2015

TUGAS KULIAH



BAB 2
PENGUSAHA DENGAN PRODUK KELAS DUNIA
Kisah Sukses Ronny Lukito
Siapa yang tak pernah mendengar produk EIGER? Bagi kita, orang Indonesia, khususnya para pecinta alam, tentu EIGER bukan menjadi sesuatu yang asing lagi di telinga kita. Sebuah produk peralatan outdor dan tas yang banyak digemari pecinta alam maupun anak muda karena kualitas dan ketahanannya. EIGER, sepintas orang-orang ak an menyangka bahwa EIGER adalah merek luar negeri, padahal EIGER merupakan merek asli Indonesia.
EIGER didirikan oleh Ronny Lukito seorang pengusaha tas yang lahir pada tanggal 15 Januari 1962 di Bandung. Ia adalah anak ketiga dari enam bersaudara, satu-satunya anak laki-laki pasangan Lukman Lukito-Kumiasih. Ronny yang berdarah campuran Buton, Sumatera dan Jakarta itu mempunyai orang tua yang menyambung hidup dengan cara berjualan tas. Ia adalah seorang anak dari keluarga yang memprihatinkan. Orangtuanya bukanlah dari kaum berada. Di masa remajanya, Ronny tinggal di Bandung. Ia adalah sosok pemuda yang rajin dan tekun. Ia bukan seorang lulusan perguruan tinggi negeri ataupun perguruan tinggi swasta favorit, ia hanyalah seorang lulusan STM (Sekolah Teknologi Menengah).
Sebenarnya ia sangat ingin melanjutkan studinya di salah satu perguruan tinggi di Bandung, namun keinginannya susut karena terbentur masalah keuangan. Semenjak bersekolah di STM, Ronny terbiasa berjualan susu yang dibungkus dengan plastik kecil ke rumah-rumah tetangg. Masa remaja Ronny di Bandung dilewati dengan penuh kesederhanaan dan kerja keras yang jauh dari kehidupan serba ada. Namun keadaan tersebut tak mengubur semangat Ronny.
Orang tuanya yang memiliki toko kecil khusus menjual tas, membuat Ronny terbiasa melihat secara langsung proses produksi sebuah tas. Bahkan ia beserta saudaranya sering terjun langsung membantu orangtuanya dalam menjalankan bisnis tersebut. Dari mulai proses packing tas, merapikan tas-tas yang di display, serta menjadi kasir ketika ada pembeli yang membayar. Pengalaman itulah yang menjadi langkah awal Ronny untuk membuka peluang bisnis tas, mengikuti jejak kedua orang tuanya. Saat masih remaja Ronny tak berpikiran untuk menjadi pengusaha. Namun setamat STM, ia harus berpikir realistis dalam melihat perekonomian keluarga. Ia akan memprioritaskan membantu orangtuanya berjualan.
Sejak tahun 1976, ketika Ronny duduk di bangku STM, toko ayahnya tersebut mulai menjual tas hasil karya sendiri. Saat itu merek tas produknya bernama Butterfly. Nama ini diambil dari merek mesin jahit buatan China yang mereka pakai. Ronny sendiri membantu membeli bahan ke toko tertentu atau mengantarkan barang dagangan ke pelanggan mereka. Sebelum berangkat sekolah Ronny jualan susu, sepulang sekolah Ronny kerja di bengkel motor sebagai montir. Jiwa entrepreneur yang dimilikinya sejak duduk di bangku sekolah membuatnya mudah menyerap ilmu dari ayahnya. Tak lama setelah bekerja di toko milik sang ayah, ia pun memulai peluang bisnis pembuatan tas sendiri.
Tahun 1979, Ronny mulai mengembangkan bisnis orang tuanya dengan memasukkan produk tasnya ke Matahari. Meski hanya mendapatkan order sedikit, Ronny terus mengembangkan usahanya. Setelah itu, dengan modal kurang dari satu juta, Ronny membeli dua mesin jahit, peralatan jahit, dan sedikit bahan baku pembuatan tas. Dibantu dengan satu orang pegawai bernama Mang Uwon, Ronny memproduksi tas sendiri. Sekitar tahun 1983-1984 Ronny berkeinginan memasukkan produknya ke Matahari. Awalnya, ketika ia mengajukan diri sebagai pemasok itu Ronny ditolak oleh bagian pembelian. Permohonan Ronny diterima pada permintaannya yang ke-13. Saat itu pun nilai tas yang dijual tidak sampai 300 ribu.
Ronny terjun sendiri ke daerah-daerah untuk mencari mitra-mitra pengecer baru guna membuka pasar baru. Dia membuang kemalasan dan sadar bahwa masa depannya ditentukan pada momen itu. Dia berangkat ke kota-kota lain untuk mempromosikan dan membangun jaringan pemasaran. Karena masih dalam tahap awal memulai usaha, ia merasa tidak begitu menguasai pengetahuan dunia usaha dan pemasaran sehingga ia putuskan untuk menggunakan jasa seorang konsultan. Ronny banyak belajar secara privat mengenai pengetahuan manajemen dan juga mengambil kursus manajemen keuangan. Bila ada seminar atau kursus yang menurutnya bagus, Ronny juga berusaha untuk menghadirinya. Membaca buku-buku yang relevan untuk pengembangan diri juga terus dilakukan.
Pada tahun 1984, akhirnya Ronny membeli rumah tambahan seluas 600 m2 untuk menambah ruang produksinya. Dua tahun kemudian Ronny membeli tanah seluas 6000 m2 untuk menambah lagi ruang produksi. Setelah menikah tahun 1986, ia merekrut marketing professional. Dengan perjuangan yang gigih dan tak mengenal lelah, ia mengetahui peluang pasar karena tahu persis luar-dalam bisnis tas ini, termasuk hal-hal di lapangan.
Cita-cita Ronny untuk menjadi pemain terbesar di dalam bisnis tas tercapai. Mulai dari Matahari, Ramayana, Gunung Agung, Gramedia, dan departement store besar lainnya menjual produk Ronny seperti Eiger, Export atau Bodypack. Kalangan praktisi bisnis tas pasti tahu bahwa kini B&B Inc. milik Ronny merupakan salah satu perusahaan nasional terbesar. Ronny berhasil membawahi empat anak perusahaan besar antara lain PT. Eksonindo Multi Product Industry (EMPI), PT. Eigerindo MPI, PT. EMPI Senajaya dan CV Persada Abadi.
Sederet merek tas ternekal pun, menjadi bukti nyata keberhasilan Ronny Lukito dalam menguasai pasar tas baik lokal maupun internasional. Membidik berbagai segmen pasar, Ronny pun mengembangkan sayapnya dengan memasarkan merek Eiger, Exsport, Neosack, Bodypack, Nordwand, Morphosa, World Series, Extrem, Vertic, Domus Danica serta Broklyn.
Tak berhenti di situ, sekarang perusahaan Ronny juga sudah memproduksi jenis lain seperti dompet, sarung handphone, dan berbagai jenis produk lain. Salah satu kebiasaan Ronny yang baik adalah kemauannya untuk belajar dan mengembangkan diri. Ia tak merasa malu atau gengsi untuk bertanya bila memang ia tidak tahu. Dengan cara inilah ia bisa berkembang dan sukses sampai sekarang.
BAB 3
YANG UTAMA ADALAH IKHLAS
Kisah Gudeg Basah Dewi
3.1   Profil dan Bidang Usaha
Gudeg Basah Dewi  terletak di Ruko Kakap Raya Minomartani, Sleman, Yogyakarta. Usaha ini bergerak di bidang pangan. Gudeg basah bukan merupakan sebuah makanan biasa. Pada umumnya, gudeg yang dikonsumsi oleh sebagian masyarakat adalah gudeg kering, gudeg tanpa kuah. Usaha ini telah berjalan dengan lancar selama sembilan tahun. Pendiri, pemilik, sekaligus penjualnya adalah Pak Nawang dan Bu Dewi. Pasangan paruh baya yang telah memiliki tiga anak dan satu cucu ini tinggal di ruko tempat mereka berjualan. Warung ini tak terlalu besar memang, bisa saya sebut kecil. Hanya ada dua kursi panjang, empat kursi plastik, dan dua meja untuk tempat makan pembeli dan satu etalase untuk memamerkan barang penjualan. Tak bersekat, antara warung dengan ruang tamu. Namun tetap saja, pelayanan dan keramahan yang disuguhkan sangat mengesankan dan patut diacungi jempol.
3.2   Kisah Perjalan Usaha
Gudeg Basah Dewi bukan usaha pertama yang dijalankan oleh pasangan Pak Nawang dan Bu Dewi. Sebelumnya, pasangan dengan tiga anak dan satu cucu ini telah melakukan usaha lain. Menurut penuturan Bu Dewi, usaha-usaha yang mereka lakukan sangat fleksibel. Karena mereka sering berpindah tempat tinggal – menyesuaikan tugas dinas Pak Nawang, usaha yang mereka tekuni pun sering berubah, menyesuaikan lingkungan tempat tinggal mereka. “Kita lihat situasi saja, sekiranya ada peluang apa yang cocok untuk bisnis,” tutur Bu Dewi.
Sebelumnya, Bu Dewi pernah membuka kantin di SMP 2 Yogyakarta yang terletak di depan Taman Pintar selama kurang lebih lima tahun. Selain itu beliau juga pernah membuat snack rumahan, yaitu dadar pisang raja cokelat. Usaha snack rumahan ini berjalan sekitar dua tahun. Awalnya, pada suatu waktu Bu Dewi pergi ke pasar dan melihat banyak pisang raja yang masih baik terbuang karena tidak laku. Beliau sangat menyayangkan hal tersebut. “Ini bisa jadi uang,” pikir Bu Dewi ketika itu. Akhirnya beliau berinisiatif untuk memanfaatkan pisang-pisang tersebut dan diolah menjadi dadar pisang cokelat.
Sembilan tahun terakhir, Pak Nawang dan Bu Dewi menetap di Ruko Kakap Minomartani dan membuka sebuah warung gudeg basah. Mengapa harus gudeg? Karena Jogja merupakan kota yang identik dengan gudeg. Masyarakatnya menyukai gudeg. Selain itu, bahan baku yang digunakan untuk membuat gudeg dapat ditemukan dengan mudah, hanya via telepon. Oleh karena itulah Pak Nawang dan Bu Dewi memutuskan untuk membuat sebuah usaha di bidang pangan, yaitu gudeg. Tak sampai di situ saja pola pikir mereka. Pada masyarakat Yogyakarta khususnya, yang sering dikonsumsi adalah gudeg kering. Sudah banyak usaha gudeg kering yang berdiri dan menyebar di daerah Yogyakarta. Mereka merasa bahwa harus ada yang berbeda dengan usaha gudeg yang akan mereka jalankan, dan usaha gudeg basah lah jawabannya.
Gudeg Basah Dewi ini pernah membuka cabang di Condong Catur, tak jauh dari Minomartani sekitar tahun tahun yang lalu. Cabang ini mulanya diurus oleh anak dari Pak Nawang dan Bu Dewi namun karena semakin sibuk anak tersebut, cabang ini jadi kurang terurus. Tak berlangsung lama cabang ini berdiri, hanya sekitar satu tahun Akhirnya, keputusan mereka adalah menutup cabang dan fokus kepada usaha yang ada di Minomartani.
Bu Dewi dan Pak Nawang kini menjalankan usaha hanya berdua, tanpa karyawan. Sebelumnya, pada masa awal menjalankan usaha keduanya memang sempat mempekerjakan tiga karyawan. Namun karena kecewa dengan kerja ketiganya, Pak Nawang dan Bu Dewi memutuskan untuk tidak lagi menggunakan karyawan karena semakin hari mereka semakin merasa mampu untuk menjalankan usahanya tanpa karyawan. Selain itu, karena beberapa pengalaman dan cerita yang didengar, Bu Dewi meyakini bahwa usaha yang ditangani langsung oleh pemiliknya tak akan berhasil karena memang susah untuk menemukan karyawan yang dapat dipercaya.
Usaha yang dijalankan sejak awal memang gudeg basah, namun dalam perjalanannya Pak Nawang dan Bu Dewi mengembangkan usahanya dengan memperbanyak menu. Yang awalnya hanya gudeg basah, kemudian ditambah dengan telur, bacem, ayam, dan bubur.. Sejak dua tahun terakhir mereka menambah nasi kuning dalam menu penjualan. Hal ini didasari oleh pengamatan mereka terhadap masyarakat yang sebagian besar anak kecilnya menyukai nasi kuning, baik untuk makan sehari-hari maupun untuk hidangan saat acara-acara besar. Usaha tersebut pun kini tak hanya melayani penjualan di warung saja melainkan juga menerima pesanan dari pelanggan.
Mengenai rencana pengembangan bisnis ke depannya, Bu Dewi mengaku bahwa tak ada rencana apa pun yang terpikirkan. Hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar. Usaha tersebut pun dijalankan sekadar mengisi waktu sembari menunggu anak-anaknya sukses. Setelah itu mereka akan memutuskan untuk berhenti menjalankan usaha tersebut dan fokus untuk urusan akhirat.
3.3   Manfaat Usaha
Bagi lingkup internal keluarga Pak Nawang dan Bu Dewi:
  1. Dapat meningkatkan pendapatan keluarga serta memberikan pekerjaan pada mereka.
  2. Menjadikan Pak Nawang dan Bu Dewi lebih lihai dalam beberapa hal, seperti berbisnis dan memasak.
  3. Sarana untuk menambah kenalan dan memperat tali silaturahim.
  4. Meningkatkan rasa cinta pada Allah.
  5. Mengasah jiwa entrepeneur.
Bagi lingkup eksternal, lingkungan sekitar:
  1. Memenuhi kebutuhan masyarakat.
  2. Memberikan pengetahuan baru mengenai resep gudeg basah.
  3. Memberikan keuntungan bagi orang lain, terutama para pengirim bahan baku gudeg.
3.4   Hambatan Selama Berusaha
Tidak ada hambatan berarti yang dialami oleh Pak Nawang dan Bu Dewi selama menjalankan usaha gudeg basah ini. Memang, modal awal yang mereka butuhkan ketika membangun usaha ini terbilang tak besar, hanya Rp75.000. Namun dengan modal yang sedikit itu mereka mampu menjalankan usaha tersebut. Pada awalnya Bu Dewi merasa bahwa akan butuh waktu lama bagi usaha mereka untuk dapat ditengok oleh masyarakat, tapi faktanya? Sejak awal berjalannya usaha ini, pembeli satu per satu datang dan menjadi pelanggan. Selama sembilan tahun, tak pernah sekali pun mereka merasa putus asa, meskipun beberapa kali menerima protes dan amarah dari pelanggan akibat pelayanan yang kurang memuaskan.
3.5   Tips Menjalankan Usaha
Dalam berbisnis, Pak Nawang dan Bu Dewi memiliki beberapa tips yang dapat dibagi, di antaranya adalah sebagai berikut.
  1. Fokus dan konsisten. Konsentrasi kita dalam berbisnis tak bisa terbagi-bagi. Setiap usaha pasti ada triknya. Ketika kita terlalu sering berpindah-pindah bidang usaha, maka tak akan ketemu triknya.
  2. Jangan pernah putus asa dan tidak pantang menyerah.
  3. Siap mental dalam menghadapi masalah yang beraneka ragam.
  4. Tidak perlu iri dengan usaha orang lain.
  5. Harus cerdas dan tepat dalam menilai lingkungan.
  6. Mengembangkan kreatifitas, harus berbeda dengan usaha yang lain.
  7. Tekun dan disiplin.
  8. Jangan terlalu cepat menaikkan harga barang penjualan meskipun kenaikan harga di Indonesia sedang terjadi
Rahasia yang paling utama dari usaha Gudeg Basah Dewi ini adalah ikhlas dan bersyukur. Menurut penuturan keduanya, usaha apa pun dengan berlandaskan keikhlasan dan keridhoan Allah insya Allah akan berjalan lancar. Cukup mengamalkan apa yang telah diajarkan al Quran.
BAB 4
PENUTUP
4.1   Simpulan
  1. Untuk membawa sebuah usaha pada kesuksesan, seorang wirausaha harus memiliki beberapa syarat sebagaimana yang telah tercantum dalam landasan teori.
  2. Wirausaha berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan besarnya usaha yang dijalankan.
  3. Setiap usaha memiliki rintangannya sendiri dan cara penyelesaian yang berbeda.
4.2   Saran
Untuk Gudeg Basah Dewi:
  1. Meningkatkan optimisme dan berorientasi pada masa depan dalam menjalankan usaha sehingga rencana-rencana pengembangan usaha dapat terpetakan dengan baik untuk kemudian direalisasikan.
  2. Untuk meningkatkan jumlah pelanggan dan memeroleh laba yang lebih besar, kenyamanan dan daya tarik warung harus ditingkatkan. Misalnya dengan menambah meja dan kursi makan untuk memberikan kenyamanan pada pembeli atau memperindah penampilan warung dengan dekorasi dan kerapian.
  3. Mampu mencari dan mempercayakan pekerjaan pada orang lain.
Untuk calon wirausaha:
  1. Memiliki jiwa wirausaha yang kuat sehingga perencanaan hingga pelaksanaan usaha dapat terlaksana dengan baik dan usaha dapat berkembang.
  2. Menyeimbangkan antara dunia dan akhirat sehingga terhindar dari hal-hal kotor seperti korupsi.
  3. Berwirausaha tidak harus dengan modal keuangan yang besar. Modal yang dibutuhkan adalah semangat, ketekunan, dan keikhlasan.
4.      Memulai suatu usaha tidaklah
gampang, tapi juga tidak mustahil
untuk sukses. Asal ada tekad dan
kemauan kuat, pasti suatu saat akan
berhasil. Stanly Erungan (40 tahun),
seorang anak petani dari Manado
membuktikan hal itu.
Kini, Stanly sukses menjadi
pengusaha bengkel mobil dengan
omzet di atas Rp 1 miliar per bulan.
Tekad menjadi pengusaha sudah
muncul saat ia masih bekerja di
sejumlah perusahaan besar, seperti
Astra.
Stanly sudah bekerja di Astra sejak
lulus dari Universitas Padjajaran
(Unpad) Bandung tahun 1996. Di
Unpad, ia mengambil jurusan
komputer, khususnya bidang
informasi teknologi.
Lama bekerja di Astra, anak ketiga
dari empat bersaudara ini sudah
menduduki posisi penting di
perusahaan itu. Namun, tekadnya
yang kuat untuk menjadi
pengusaha, tidak menghalangi
niatnya untuk terjun ke dunia
bisnis.
“Sejak dulu, saya sudah
menargetkan bahwa pada usia
menjelang 40 tahun harus
mendirikan usaha sendiri,” katanya.
Begitu keluar dari Astra pada 2001,
Stanly tidak langsung terjun ke
dunia bisnis dan mendirikan usaha
sendiri. Saat itu, ia sempat
bergabung dulu di salah satu
perusahaan oli di Jakarta.
Di perusahaan ini, ayah dua anak
ini semakin memiliki jaringan yang
kuat di dunia otomotif. Saat itu, ia
rutin memasok oli ke sejumlah
pengusaha truk, bus, dan kendaraan
lainnya. “Saya akhirnya memiliki
banyak kenalan,” kata suami dari
Maria Natalia ini.
Bermodal jaringan itu, pada 2008,
Stanly lantas memilih keluar dari
perusahaan oli dan fokus mengelola
bengkel mobil di bawah bendera
usaha PT Mitra Jaya Agung Motor
yang bermarkas di Cikokol,
Tangerang, Banten.
Stanly mengembangkan usaha
bengkel ini dengan merek Mitra
Service Car (MSC). Bisnis bengkel
sebenarnya sudah dirintis sejak
tahun 2007, saat ia masih di
perusahaan oli. “Namun, saat itu
yang saya dirikan usaha bengkel
motor,” ujarnya.
Setelah dua tahun berjalan, bengkel
motor itu kemudian dijualnya pada
2009. Setelah itu, ia fokus
membesarkan usaha bengkel mobil
miliknya. Selain bengkel, ia juga
menyediakan aneka onderdil mobil
dengan merek sendiri, yakni AQ
Genuine.
“Saya beri nama AQ yang artinya
kualitas nomor satu,” ujarnya.
Onderdil yang dipasarkannya
kebanyakan khusus buat bus dan
truk. Di bisnis ini, ia juga
memberikan layanan perawatan
onderdil.
Dengan begitu, pelanggan tidak lagi
pusing jika butuh perawatan dan
penggantian onderdil
kendaraannya. Berkat usahanya ini,
Stanly bisa meraup omzet di atas Rp
1 miliar per bulan.
Selain menjual onderdil dengan
merek sendiri, Stanly juga
mengimpor onderdil kendaraan lain
yang umumnya berasal dari Eropa.
Setelah merasa mantap dengan
perkembangan usahanya, pada
tahun 2012, ia resmi membuka
peluang usaha waralaba. Saat ini, ia
telah memiliki enam gerai MSC, dan
lima di antaranya milik
terwaralaba.
5.      Sebelum sukses membesarkan
usaha bengkel mobil dengan merek
Mitra Service Car, Stanly Erungan
pernah bekerja di sejumlah
perusahaan besar.
Salah satunya di Grup Astra. Di
perusahaan ini, Stanly pernah
menangani bagian penjualan. Lepas
dari Astra, ia kemudian bergabung
di sebuah perusahaan oli terkemuka
di Jakarta.
Di perusahaan oli ini, Stanly
menjabat sebagai manajer
pengembangan bisnis. Di posisi ini,
ia bertanggung jawab, mulai
rekrutmen karyawan baru sampai
presentasi kondisi perusahaan.
Bahkan, ia juga diserahi tugas
menarik pelanggan.
Ia pun kerap memasok oli ke
sejumlah perusahaan besar,
khususnya pengelola bus, travel,
dan truk. Dengan pekerjaan itu,
relasi yang dimiliknya di sektor
otomotif semakin kuat.
Pengalaman itu membuat wawasan
dunia pemasarannya semakin luas.
Kendati menempati posisi penting,
keinginan yang kuat untuk memiliki
usaha sendiri mendorong Stanly
untuk mengundurkan diri dari
perusahaan itu.
Pada 2008, Stanly mulai merintis
usaha bengkel dan onderdil mobil.
Berbekal pengalaman kerja di
perusahaan terkemuka, tekadnya
untuk membesarkan usaha sendiri
semakin kuat.
Bisnis bengkel mobil ini merupakan
kelanjutan dari bisnis bengkel
motor yang sudah dirintisnya sejak
2007. Namun, karena prospeknya
kurang bagus, pada 2009, ia
menjual bengkel motor itu. Sejak
itu, ia fokus membesarkan usaha
bengkel mobil. Kini, omzetnya
sudah lebih dari Rp 1 miliar per
bulan.
Saat awal merintis usaha, Stanly
langsung mendekati relasi-relasi
yang dimilikinya, seperti pengelola
bus, travel, dan truk untuk diajak
bekerjasama. Dengan pengalaman
dan latar belakang yang dimilikinya,
tak sulit bagi Stanly untuk
meyakinkan para relasinya itu.
Mirip dengan yang dilakukannya
saat masih bekerja di perusahaan
oli, Stanly pun memasok aneka
onderdil sekaligus jasa
perawatannya ke sejumlah pool bus,
travel, dan truk milik pelanggannya.
Ketika pelanggan membutuhkan
onderdil tertentu, ia tinggal
mengambil barang milik Stanly yang
sudah ditaruh di tempat mereka.
Cara ini termasuk efektif dan efisien
ketimbang baru menyediakan
onderdil ketika pelanggan
membutuhkannya.
Setiap bulan, konsumen tinggal
membayar pemakaian onderdil itu.
Stanly juga menyediakan jasa servis
di setiap pool milik pelanggan.
“Jadi, mulai proses penyediaan
onderdil sampai servis, kami
menyediakan semua,” kata Stanly.
Stanly bilang, kunci sukses strategi
pemasaran ini terletak pada
kreativitas yang dikembangkan
terus menerus. Tanpa kreativitas
pemasaran, pelayanan prima, dan
didukung oleh produk berkualitas,
bisnis sulit berkembang.
Selain itu, untuk menjaga kepuasan
pelanggan, Stanly membuat sistem
layanan servis secara online di
setiap bengkelnya.
Dengan cara ini, ia bisa memantau
seluruh proses perawatan
kendaraan di setiap bengkel
miliknya, mulai pada proses
pengecekan  jumlah kendaraan yang
sedang diperbaiki, kinerja montir,
hingga harga yang harus dibayar
konsumen.
6.      Kendati telah sukses membesut
usaha bengkel dan onderdil mobil
di bawah bendera Mitra Service Car
(MSC), insting dan naluri bisnis
Stanly Erungan tidak juga surut.
Terbukti, ia masih terus ekspansi
dengan merambah bisnis baru.
Tahun lalu, misalnya, Stanly
merintis usaha rental atau
penyewaan mobil. Bisnis rental
mobil ini memang masih skala kecil
karena ia baru mengoperasikan tiga
unit mobil.
Ke depan, Stanly bertekad terus
menambah armada mobilnya ini.
Kendati masih fokus membesarkan
bisnis rental mobil, dia mengaku
masih akan melanjutkan ekspansi
dengan merambah sektor-sektor
lain yang menjanjikan peluang dan
keuntungan.
Salah satu yang diliriknya adalah
bisnis jasa ekspedisi pengiriman
barang. Ia berencana mendirikan
usaha ekspedisi tahun ini juga.
Salah satu alasannya masuk bisnis
ini adalah keinginan untuk
melancarkan proses pengiriman
logistik dari perusahaan onderdil
miliknya.
Selama ini, ia kerap kesulitan
melakukan pengiriman barang,
terutama pada malam hari atau
pada saat musim liburan. Berangkat
dari kesulitan itu, ia melihat
peluang di bisnis ekspedisi.
Stanly menargetkan, perusahaan
ekspedisi tersebut sudah berdiri
paling lambat akhir tahun 2013.
Soal perkiraan biaya investasi, ia
mengaku masih menghitungnya.
“Tapi, kami perkirakan butuh modal
kurang lebih Rp 50 miliar untuk
membangun perusahaan logistik
ini,” ujarnya. Lantaran butuh biaya
besar, Stanly tidak akan merintis
usaha ini sendirian.
Ia sudah menggandeng sebuah
perusahaan yang akan mendanai
seluruh kebutuhan pendirian
perusahaan tersebut. Stanly sendiri
bakal menjadi pengelola bisnis
tersebut. “Jadi, investor yang akan
masuk hanya menyertakan modal,”
ujarnya.
Stanly akan mengembangkan usaha
ini menjadi terintegrasi dengan
bisnis onderdil dan bengkel
miliknya. Dengan adanya
perusahaan ekspedisi, ia bisa
leluasa melayani pesanan pelanggan
dan mitranya di sejumlah wilayah.
Dalam mengelola usaha ini, Stanly
juga akan membuka layanan selama
24 jam penuh, bahkan tidak ada
hari libur dalam setahun.
Strategi ini diharapkan bisa
memuaskan seluruh pelanggannya,
baik pengguna jasa ekspedisi
maupun konsumen pengguna
onderdil dan bengkelnya. “Dengan
demikian, kami bisa memberikan
pelayanan lebih kepada pelanggan,”
ujarnya.
Stanly optimistis, seluruh unit
usahanya ini kelak akan menjadi
besar dan saling terintegrasi satu
sama lain. Kendati berencana
merambah bisnis lain, Stanly tetap
berambisi membesarkan bisnis
bengkel dan onderdil mobilnya.
7.      Di bisnis ini, ia berharap jaringan
bengkel MSC bisa merambah
pelbagai kota di Indonesia. Selain
lewat jalur waralaba atau
kemitraan, ia juga bakal
mengembangkan usaha bengkelnya
dengan menggandeng pemerintah
daerah.
“Kami akan menawarkan jasa
perawatan dan penjualan onderdil
untuk kebutuhan kendaraan dinas di
daerah -daerah,” bebernya.
Lewat kerjasama itu, Stanly
menjamin banyak manfaat yang
didapat pemerintah. Salah satunya
dapat menekan anggaran biaya
pemeliharaan mobil dinas.
Dengan sistem online yang
dikembangkannya, setiap
pemerintah daerah yang
menggunakan jasa bengkelnya bisa
memantau seluruh proses
perawatan kendaraan dinas.
Dengan begitu, setiap bagian
administrasi daerah bisa
mengetahui berapa jumlah
anggaran dan pengeluaran bulanan
buat perawatan kendaraan dinas,
sekaligus mengendalikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

src='http://simple-cursor.googlecode.com/svn/trunk/hujan-ketupat.js' type='text/javascript'/>