Dakwah dan Hijrah Rasulullah ke Madinah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dikota Mekkah telah kita ketahui bahwa bangsa Quraisy dengan segala upaya
akan melumpuhkan gerakan Muhammad Saw. Hal ini di buktikan dengan pemboikotan
yang dilakukan mereka kepada Bani Hasyim dan Bani Mutahlib. Di antara
pemboikotan tersebut adalah:
1.
Memutuskan hubungan perkawinan.
2. Memutuskan hubungan jual beli
3. Memutuskan hubungan ziarah dan menziarah dan lain-lain.
Pemboikotan tersebut tertulis di atas kertas shahifah atau plakat yang di
gantungkan di kakbah dan tidak akan di cabut sebelum Nabi Muhammad SAW.
Menghentikan gerakannya. Nabi Muhammad SAW. Merasakan bahwa tidak lagi sesuai
di jadikan pusat dakwah Islam beliau bersama Zaid bin Haritsah hijrah ke Thaif
untuk berdakwah ajaran itu ditolak dengan kasar Rasulullah. Di usir, di soraki
dan dikejar-kejar sambil di lempari dengan batu. Walaupun terluka dan sakit,
Beliau tetap sabar dan berlapang dada serta ikhlas menghadapi cobaan yang
sedang di hadapinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dakwah dan Hijrah ?
2. Bagaimana Keadaan Yatsrib Sebelum Islam Datang ?
3. Bagaimana Perjalanan Hijrah Rasulullah SAW ke
Yatsrib ?
4. Bagaimana Yatsrib bisa menjadi Madinatun Nabiy ?
5. Bagaimana Strategi Dakwah Rasulullah di Madinah
?
6. Apa Saja Hikmah Dakwah dan Hijrah Rasulullah ke
Madinah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Dakwah dan
Hijrah.
2. Untuk Mengetahui Keadaan Yatsrib Sebelum Islam
Datang.
3. Untuk Mengetahui Perjalanan Hijrah Rasulullah
SAW ke Yatsrib.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Yatsrib Bisa Menjadi
Madinatun Nabiy.
5. Untuk Mengetahui Strategi Dakwah Rasulullah di
Madinah.
6. Untuk Mengetahui Hikmah Dakwah dan Hijrah
Rasulullah ke Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Dakwah dan Hijrah
Dakwah adalah kegiatan yang bersifat
menyeru, mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah SWT
sesuai dengan garis aqidah, syari'at dan akhlak Islam. Peristiwa hijrah Nabi
Muhammad SAW ini terjadi pada 12 Rabi’ul Awwal tahun pertama hijrah, yang
bertepatan dengan 28 Juni 621 Masehi.
Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke
Madinah atas perintah Allah, untuk memperluas wilayah penyebaran Islam dan demi
kemajuan Islam itu sendiri.
B. Fajar dari Yatsrib (Madinah)
Para pengikut Nabi Muhammad SAW di Mekkah jumlahnya lebih sedikit dari
sebelumnya. Tetapi Rasulullah tidak pernah menyerah dan berhenti berdakwah.
Beliau yakin bahwa Allah akan memenangkan agama-Nya, sekalipun para pengingkar
membencinya.
Pada saat-saat gelap ini fajar harapan mulai merekah dari arah yang tidak
disangka-sangka oleh seorang pun. Fajar itu menyinsing dari arah Yatsrib
(Madinah). Cukup jauh dari Mekkah, Yatsrib merupakan kota yang mempunyai banyak
hubungan dengan Rasulullah. Paman-pamannya dari Bani Najjar berasal dari
Yatsirb. Ayahnya Abdullah dikuburkan di situ dan ibunya Aminah dikuburkan di
sebuah desa yang berdekatan. Beliau pernah pergi ke Yatsrib ketika masih kecil
untuk mengunjungi kuburan ayahnya.
Yatsrib adalah kota yang lebih nyaman dibandingkan dengan Mekah, dengan
iklim yang sedang dan naungan hijau pepohonan yang rimbun. Penduduknya terdiri
dari dua suku al-Aus dan al-Khazraj, terdapat pula beberapa suku beragama
Yahudi. Orang Yahudi yang menjadi minoritas, telah menciptakan salah pengertian
dan saling membenci antara dua suku tersebut dengan maksud agar tetap aman dan
menjadi kekuatan yang dominan. Kedua suku tersebut hidup dalam keadaan saling berperang, berselisih dan
menyerang.
1. Bai’atul Aqabah Pertama
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, banyak penduduk Yatsrib datang sebagai
peziarah ke Mekkah. Diantara para peziarah, terdapat enam orang yang sangat
terkesan oleh kepribadian dan kata-kata Rasulullah, mereka beranggapan bahwa
Rasulullah mampu menolong mereka mengatasi berbagai kerusakan di Yatsrib. Lima
dari enam orang tersebut datang dengan membawa tujuh orang temannya menemui
Rasulullah.
Dua belas orang tersebut terdiri dari 10 orang suku Khazraj dan 2 orang
suku Aus, mereka mewakili sebagian besar pikiran-pikiran orang Yatsrib, dan
mereka mengatakan akan membuat perjanjian dengan Rasulullah untuk menerimanya
sebagai Nabi dan mematuhinya, serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Mereka
secara rahasia bersumpah setia kepada Rasulullah, isi perjanjian kesetiaan tersebut adalah:
a. Tidak akan mempersekutukan Allah
b. Tidak akan mencuri
c. Tidak akan berzinah
d. Tidak akan membunuh anak-anak
e. Tidak akan fitnah-menfitnah
f. Tidak akan mendurhakai Rasulullah SAW.
Kemudian
Rasulullah mengutus seorang sahabatnya Mush’ab ibn Umair, kepada mereka untuk
mengajarkan Al-Qur’an dan praktik-praktik Islam, serta mengajak orang-orang Yatsrib
untuk memeluk Islam, akan tetapi ia juga diharapkan memberikan informasi kepada
Rasul tentang situasi politik di Yatsrib.
2. Bai’atul Aqabah Kedua
Beberapa
tahun kemudian serombongan muslimin dari Yastrib berjumlah 75 orang terdiri
dari 73 laki-laki dan 2 orang
perempuan, mereka berkumpul di Aqabah menemui Rasulullah dan melakukan sumpah
di hadapan Rasulullah yang di dampingi Pamannya Abbas bin Abdul Muthalib.
Isinya antara lain mereka berjanji akan membela dan melindungi Nabi Muhammad
SAW sebagai mana mereka melindungi istri dan anak-anak mereka. Acara ini di tutup dengan doa oleh Abbas bin Abdul Muthalib. Pada waktu itu
juga orang-orang Yastrib mengharapkan agar Rasulullah hijrah ke Yastrib. Mereka
sangat bahagia dan akan membela Rasulullah dan Islam apabila beliau hijrah ke
Yastrib.
C. Hijrah ke Yatsrib
Rencana
hijrah Rasulullah diawali karena adanya perjanjian antara Nabi Muhammad SAW
dengan orang-orang Yatsrib saat di Mekkah yang terdengar sampai ke kaum Quraisy
hingga mereka pun merencanakan untuk membunuh Rasulullah. Pembunuhan itu
direncanakan melibatkan semua suku. Setiap suku diwakili oleh seorang pemudanya
yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh Rasulullah, sehingga ia
merencanakan hijrah bersama sahabatnya, Abu Bakar. Abu Bakar diminta mempersiapkan segala hal yang diperlukan dalam
perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara Ali bin Abi Thalib diminta untuk
menggantikan Rasulullah menempati tempat tidurnya agar kaum Quraisy mengira
bahwa Rasulullah masih tidur.
Pada malam
hari yang direncanakan, di tengah malam buta Rasulullah keluar dari rumahnya
tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan kaum Quraisy. Rasulullah
menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu. Mereka berdua keluar dari Mekah
menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil sebelah selatan kota Mekkah. Mereka
bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3 malam menunggu keadaan aman.
Pada malam
ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena mengira Rasulullah sudah
sampai di Yatsrib, keluarlah Rasulullah dan Abu Bakar dari persembunyiannya.
Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba
dengan membawa 2 ekor unta yang memang telah dipersiapkan sebelumnya.
Berangkatlah Rasulullah bersama Abu Bakar menuju Yatsrib menyusuri pantai Laut
Merah, suatu jalan yang tidak pernah ditempuh orang.
Setelah 7
hari perjalanan, Rasulullah dan Abu Bakar tiba di Quba, sebuah desa yang
jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat selama beberapa
hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini
Rasulullah membangun sebuah masjid yang kemudian terkenal sebagai Masjid Quba.
Inilah masjid pertama yang dibangun Rasulullah sebagai pusat peribadatan.
Tidak lama
kemudian, Ali menggabungkan diri dengan Rasulullah. Sementara itu penduduk
Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Menurut perhitungan mereka, berdasarkan
perhitungan yang lazim ditempuh orang, seharusnya Rasulullah sudah tiba di
Yatsrib. Oleh sebab itu mereka pergi ke tempat-tempat yang tinggi, memandang ke
arah Quba, menantikan dan menyongsong kedatangan Rasulullah dan rombongan.
Akhirnya
waktu yang ditunggu-tunggu pun tiba. Dengan perasaan bahagia, mereka
mengelu-elukan kedatangan Rasulullah. Setiap orang
ingin agar Rasulullah singgah dan menginap di rumahnya. Tetapi Rasulullah hanya
berkata, “Aku akan menginap dimana untaku berhenti. Biarkanlah dia berjalan
sekehendak hatinya.”
Ternyata
unta itu berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di
depan rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Rasulullah memilih
rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya
Rasulullah tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin bergotong-royong
membangun rumah untuknya.
D. Yatsrib Menjadi Madinatun Nabiy
Setelah
Rasulullah tiba di Madinah dan diterima dengan sambutan yang hangat, penuh
kerinduan, dan rasa hormat oleh penduduk Madinah, pada saat tu juga Rasulullah
mengadakan salat jum’at untuk yang pertama kalinya dalam sejarah Islam, dan
beliau pun berkhutbah di hadapan kaum Muslimin (Muhajirin dan Anshar). Sejak
itu nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinah an-Nabiy (kota nabi). Orang sering
pula menyebutnya Madinah al-Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari
sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia.
Dengan
hijrahnya Rasulullah ke Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam
yang pesat itu membuat orang-orang Mekkah menjadi resah. Mereka takut
kalau-kalau umat Islam memukul mereka dan membalas kekejaman yang pernah mereka
lakukan. Mereka juga khawatir kafilah dagang mereka ke Suriah akan diganggu
atau dikuasai oleh kaum muslimin.
Dalam usaha
Membentuk Islam di Madinah ini, Rasulullah berjuang untuk memelihara dan
mempertahankan masyarakat Islam yang dibinanya itu dari rongrongan musuh, baik
dari dalam maupun dari luar. Rasulullah kemudian mengadakan beberapa ekspedisi
ke luar kota, baik langsung di bawah pimpinannya maupun tidak. Hamzah bin Abdul
Muttalib membawa 30 orang berpatroli ke pesisir Laut Merah. Ubaidah bin Haris
membawa 60 orang menuju Wadi Rabiah. Sa'ad bin Abi Waqqas ke Hedzjaz dengan 8
orang Muhajirin. Rasulullah sendiri membawa pasukan ke Abwa dan disana berhasil
mengikat perjanjian dengan Bani Damra, kemudian ke Buwat dengan membawa 200
orang Muhajirin dan Anshar, dan ke Usyairiah. Di sini Rasulullah mengadakan
perjanjian dengan Bani Mudij.
Ekspedisi-ekspedisi
tersebut sengaja digerakkan Rasulullah sebagai aksi-aksi siaga dan melatih
kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan
mempertahankan negara yang baru dibentuk. Perjanjian perdamaian dengan kabilah
dimaksudkan sebagai usaha memperkuat kedudukan Madinah.
Perang Badar yang merupakan perang antara kaum muslimin Madinah dan kaun
musyrikin Quraisy Mekkah terjadi pada tahun 2 H. Perang ini merupakan puncak
dari serangkaian pertikaian yang terjadi antara pihak kaum muslimin Madinah dan
kaum musyrikin Quraisy. Perang ini berkobar setelah berbagai upaya perdamaian yang
dilaksanakan Rasulullah gagal.
Tentara muslimin Madinah terdiri dari 313 orang dengan perlengkapan senjata
sederhana yang terdiri dari pedang, tombak, dan panah. Berkat kepemimpinan
Rasulullah dan semangat pasukan yang membaja, kaum muslimin keluar sebagai
pemenang. Abu Jahal, panglima perang pihak pasukan Quraisy dan musuh utama
Rasulullah sejak awal, tewas dalam perang itu. Sebanyak 70 tewas dari pihak
Quraisy, dan 70 orang lainnya menjadi tawanan. Di pihak kaum muslimin, hanya 14
yang gugur sebagai syuhada. Kemenangan itu sungguh merupakan pertolongan Allah
SWT (QS. 3: 123).
Orang-orang Yahudi Madinah tidak senang dengan kemenangan kaum muslimin.
Mereka memang tidak pernah sepenuh hati menerima perjanjian yang dibuat antara
mereka dan Rasulullah dalam Piagam Madinah.
Sementara itu, dalam menangani persoalan tawanan perang, Rasulullah
memutuskan untuk membebaskan para tawanan dengan tebusan sesuai kemampuan
masing-masing. Tawanan yang pandai membaca dan menulis dibebaskan bila bersedia
mengajari orang-orang Islam yang masih buta aksara. Namun tawanan yang tidak
memiliki kekayaan dan kepandaian apa-apa pun tetap dibebaskan juga.
Tidak lama setelah perang Badar, Rasulullah mengadakan perjanjian dengan
suku Badui yang kuat. Mereka ingin menjalin hubungan dengan Rasulullah karena
melihat kekuatan Rasulullah. Tetapi ternyata suku-suku itu hanya memuja
kekuatan semata.
Sesudah perang Badar, Rasulullah juga menyerang Bani Qainuqa, suku Yahudi
Madinah yang berkomplot dengan orang-orang Mekkah. Rasulullah lalu mengusir kaum Yahudi itu ke Suriah.
Perang yang terjadi di Bukit Uhud ini berlangsung pada tahun 3 H. Perang
ini disebabkan karena keinginan balas dendam orang-orang Quraisy Mekkah yang
kalah dalam perang Badar. Pasukan Quraisy, dengan dibantu oleh kabilah Tihama
dan Kinanah, membawa 3.000 ekor unta dan 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan
Khalid bin Walid. Tujuh ratus orang di antara mereka memakai baju besi.
Adapun jumlah pasukan Nabi Muhammad SAW hanya berjumlah 700 orang. Perang
pun berkobar. Prajurit-prajurit Islam dapat memukul mundur pasukan musuh yang
jauh lebih besar itu. Tentara
Quraisy mulai mundur dan kocar-kacir meninggalkan harta mereka.
Melihat kemenangan yang sudah di ambang pintu, pasukan pemanah yang
ditempatkan oleh Rasulullah di puncak bukit meninggalkan pos mereka dan turun
untuk mengambil harta peninggalan musuh. Mereka lupa akan pesan Rasulullah
untuk tidak meninggalkan pos mereka dalam keadaan bagaimana pun sebelum
diperintahkan. Mereka tidak lagi menghiraukan gerakan musuh. Situasi ini
dimanfaatkan musuh untuk segera melancarkan serangan balik. Tanpa konsentrasi
penuh, pasukan Islam tak mampu menangkis serangan. Mereka terjepit, dan satu
per satu pahlawan Islam berguguran. Rasulullah sendiri terkena serangan musuh.
Sisa-sisa pasukan Islam diselamatkan oleh berita tidak benar yang diterima
musuh bahwa Rasulullah sudah meninggal. Berita ini membuat mereka mengendurkan
serangan untuk kemudian mengakhiri pertempuran itu. Perang Uhuh ini menyebabkan
70 orang pejuang Islam gugur sebagai syuhada.
Perang yang terjadi pada tahun 5 H ini merupakan perang antara kaum
muslimin Madinah melawan masyarakat Yahudi Madinah yang mengungsi ke Khaibar
yang bersekutu dengan masyarakat Mekah. Karena itu perang ini juga disebut
sebagai Perang Ahzab (sekutu beberapa suku).
Pasukan gabungan ini terdiri dari 10.000 orang tentara. Salman al-Farisi,
sahabat Rasulullah, mengusulkan agar kaum muslimin membuat parit pertahanan di
bagian-bagian kota yang terbuka. Karena itulah perang ini disebut sebagai
Perang Khandaq yang berarti parit.
Tentara sekutu yang tertahan oleh parit tersebut mengepung Madinah dengan
mendirikan perkemahan di luar parit hampir sebulan lamanya. Pengepungan ini
cukup membuat masyarakat Madinah menderita karena hubungan mereka dengan dunia
luar menjadi terputus. Suasana kritis itu diperparah pula oleh pengkhianatan
orang-orang Yahudi Madinah, yaitu Bani Quraizah, dibawah pimpinan Ka'ab bin
Asad.
Namun akhirnya pertolongan Allah SWT menyelamatkan kaum muslimin. Setelah
sebulan mengadakan pengepungan, persediaan makanan pihak sekutu berkurang.
Sementara itu pada malam hari angin dan badai turun dengan amat kencang,
menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara
sekutu. Sehingga mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri
masing-masing tanpa suatu hasil. Para pengkhianat Yahudi dari Bani Quraizah
dijatuhi hukuman mati. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzâb:
25-26.
Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyariatkan, hasrat kaum muslimin
untuk mengunjungi Mekah sangat bergelora. Rasulullah memimpin langsung sekitar
1.400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci Ramadhan, bulan yang
dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ihram dan membawa
senjata ala kadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang.
Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah yang terletak beberapa
kilometer dari Mekkah. Orang-orang kafir Quraisy melarang kaum muslimin masuk
ke Mekkah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga.
Akhirnya diadakanlah Perjanjian Hudaibiyah antara Madinah dan Mekah, yang
isinya antara lain:
a. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun.
b. Bila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Muhammad, ia harus
dikembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad SAW yang menyeberang ke pihak
Quraisy, pihak Quraisy tidak harus mengembalikannya ke pihak Muhammad SAW.
c. Tiap kabilah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad SAW
maupun dengan pihak Quraisy.
d. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah pada tahun tsb, tetapi
ditangguhkan sampai tahun berikutnya.
e. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota Mekah, orang Quraisy harus
keluar lebih dulu.
f. Kaum muslimin memasuki kota Mekah dengan tidak diizinkan membawa senjata,
kecuali pedang di dalam sarungnya, dan tidak boleh tinggal di Mekah lebih dari
3 hari 3 malam.
Tujuan Rasulullah membuat perjanjian tersebut sebenarnya adalah berusaha
merebut dan menguasai Mekah, untuk kemudian dari sana menyiarkan Islam ke
daerah-daerah lain.
Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini :
a. Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab, sehingga dengan melalui
konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, diharapkan Islam dapat tersebar ke luar.
b. Apabila suku Quraisy dapat diislamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan
yang besar, karena orang-orang Quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang
besar di kalangan bangsa Arab.
Setahun kemudian ibadah haji ditunaikan sesuai perjanjian. Banyak orang
Quraisy yang masuk Islam setelah menyaksikan ibadah haji yang dilakukan kaum
muslimin, disamping juga melihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Islam
Madinah.
Tak lama berselang, Allah yang maha besar, memperlihatkan hasil usaha
sungguh sungguh dari seorang Mushaib. Berduyun-duyun manusia berikrar
mengesakan Allah dan mengakui Rasulullah sebagai utusan Allah. Jika saat ia
pergi ada 12 orang golongan kaum Anshar yang beriman, maka pada musim haji
selanjutnya umat muslim Madinah mengirim perwakilan sebanyak 70 orang laki-laki
dan 2 orang perempuan ke Makkah untuk menjumpai Nabi yang Ummi. Madinah semarak
dengan cahaya.
Usaha gigih yang diperbuat Mushab membuat Benih benih islam tersemai dengan
subur di madinah kesungguhan Mus‘ab bin Umair dalam berdakwah. Setiap hari
dalam hidupnya senantiasa memberikan konstribusi baru bagi Islam di dalam
dakwah dan jihad yang dilakukannya. Beliau adalah dai pertama dalam Islam di
kota Madinah. Di tangannyalah sebagian besar penduduk Madinah berhasil
diislamkan. Dia adalah peletak pertama fondasi Negara Islam Madinah. Dia adalah
kontributor sesungguhnya bagi Islam dan jamaah kaum Muslim.
E. Strategi Dakwah di Madinah
Beberapa
strategi dirangka khusus setibanya Rasulullah s.a.w di Madinah. Semua strategi
berpandukan kepada arahan dan tindakan Rasulullah s.a.w serta pengiktirafan
baginda terhadap ide-ide daripada para sahabat baginda.
1.
Pembinaan Masjid
Masjid merupakan institusi dakwah pertama yang dibina oleh Rasulullah s.a.w
setibanya baginda di Madinah. Ia menjadi nadi pergerakan Islam yang
menghubungkan manusia dengan Penciptanya serta manusia sesama manusia. Masjid
menjadi lambang akidah umat Islam atas keyakinan tauhid mereka kepada Allah
SWT.
Pembinaan masjid dimulakan dengan membersihkan persekitaran kawasan yang
dikenali sebagai ‘mirbad’ dan meratakannya sebelum menggali lubang untuk
diletakkan batu-batu sebagai asas binaan. Malah, Rasulullah sendiri yang
meletakkan batu-batu tersebut. Batu-batu itu kemudiannya disimen dengan tanah
liat sehingga menjadi binaan konkrit.
Masjid pertama ini dibina dalam keadaan kekurangan tetapi penuh dengan jiwa
ketaqwaan kaum muslimin di kalangan muhajirin dan ansar. Di dalamnya, dibina
sebuah mimbar untuk Rasulullah menyampaikan khutbah dan wahyu daripada Allah.
Terdapat ruang muamalah yang dipanggil ‘sirda’ untuk pergerakan kaum muslimin
melakukan aktiviti kemasyarakatan. Pembinaan masjid ini mengukuhkan lagi dakwah
baginda bagi menyebarkan risalah wahyu kepada kaum muslimin serta menjadi pusat
perbincangan di kalangan Rasulullah dan para sahabat tentang masalah ummah.
2.
Mengukuhkan Persaudaraan
Rasulullah mengeratkan hubungan di antara Muhajirin dan Ansar sebagai
platform mempersatukan persaudaraan di dalam Islam. Jalinan ini diasaskan
kepada kesatuan cinta kepada Allah serta pegangan akidah tauhid yang sama.
Persaudaraan ini membuktikan kekuatan kaum muslimin melalui pengorbanan yang
besar sesama mereka tanpa mengira pangkat, bangsa dan harta. Selain itu, ia
turut memadamkan api persengketaan di kalangan suku kaum Aus dan Khajraz.
3.
Pembentukan Piagam Madinah
Madinah sebagai sebuah Negara yang menghimpunkan masyarakat Islam dan
Yahudi daripada pelbagai bangsa memerlukan kepada satu perlembagaan khusus yang
menjaga kepentingan semua pihak. Justru, Rasulullah telah menyediakan sebuah
piagam yang dikenali sebagai Piagam Madinah bagi membentuk sebuah masyarakat di
bawah naungan Islam.
Piagam ini mengandungi 32 fasal yang menyentuh segenap aspek kehidupan
termasuk akidah, akhlak, kebajikan, undang-undang, kemasyarakatan, ekonomi dan
lain-lain. Di dalamnya juga terkandung aspek khusus yang mesti dipatuhi oleh
kaum Muslimin seperti tidak mensyirikkan Allah, tolong-menolong sesama mukmin,
bertaqwa dan lain-lain. Selain itu, bagi kaum bukan Islam, mereka mestilah
berkelakuan baik bagi melayakkan mereka dilindungi oleh kerajaan Islam Madinah
serta membayar cukai.
Piagam ini mestilah dipatuhi oleh semua penduduk Madinah sama ada Islam
atau bukan Islam. Strategi ini telah menjadikan Madinah sebagai model Negara
Islam yang adil, membangun serta digeruni oleh musuh-musuh Islam.
4.
Strategi Ketentaraan
Peperangan merupakan strategi dakwah Rasulullah di Madinah untuk melebarkan
perjuangan Islam ke seluruh pelusuk dunia. Strategi ketenteraan Rasulullah
digeruni oleh pihak lawan khususnya puak musyrikin di Mekah dan Negara-negara
lain. Antara tindakan strategik baginda menghadapi peperangan ialah persiapan
sebelum berlakunya peperangan seperti pengitipan dan maklumat musuh. Ini
berlaku dalam peperangan Badar, Rasulullah telah mengutuskan pasukan berani
mati seperti Ali bin Abi Talib, Saad Ibnu Waqqash dan Zubair Ibn Awwam bagi
mendapatkan maklumat sulit musuh. Maklumat penting musuh memudahkan pasukan
tentera Islam bersiap-sedia menghadapi mereka di medan perang.
Rasulullah turut membacakan ayat-ayat al-Quran bagi menggerunkan hati-hati
musuh serta menguatkan jiwa kaum Muslimin. Rasulullah juga turut mengambil
pandangan daripada para sahabat baginda dalam merangka strategi peperangan.
Sebagai contoh, dalam peperangan Badar, baginda bersetuju dengan cadangan Hubab
mengenai tempat pertempuran. Hubab mencadangkan agar baginda menduduki tempat
di tepi air yang paling dekat dengan musuh agar air boleh diperolehi dengan
mudah untuk tentera Islam dan haiwan tunggangan mereka. Dalam perang Khandak,
Rasulullah bersetuju dengan pandangan Salman al-Farisi yang berketurunan Parsi
berkenaan pembinaan benteng. Strategi ini membantu pasukan tentera Islam
berjaya dalam semua peperangan dengan pihak musuh.
5.
Pemberian Cop Mohor
Rasulullah s.a.w mengutuskan surat dan watikah kepada kerajaan – kerajaan
luar seperti kerajaan Rom dan Parsi bagi mengembangkan risalah dakwah. Semua
surat dan watikah diletakkan cop yang tertulis kalimah la ila ha illahlah wa
ana Rasullah. Tujuannya adalah untuk menjelaskan kedudukan Rasulullah s.a.w
sebagai utusan Allah dan Nabi di akhir zaman. Dalam watikahnya, baginda turut
menyeru agar mereka menyembah Allah dan bersama-sama berjuang untuk Islam
sebagai agama yang diiktiraf oleh Allah. Kebanyakan watikah baginda diterima
baik oleh kerajaan-kerajaan luar.
6.
Hubungan Luar
Hubungan luar merupakan orientasi penting bagi melabarkan sayap dakwah. Ini
terbukti melalui tindakan Rasulullah menghantar para dutanya ke negara-negara
luar bagi menjalinkan hubungan baik berteraskan dakwah tauhid kepada Allah.
Negara-negara itu termasuklah Mesir, Iraq, Parsi dan Cina. Sejarah turut merakamkan
bahawa Saad Ibn Waqqas pernah berdakwah ke negeri Cina sekitar tahun 600
hijrah. Sejak itu, Islam bertebaran di negeri Cina sehingga kini. Antara para
sahabat yang menjadi duta Rasulullah ialah Dukyah Kalibi kepada kaisar Rom,
Abdullah bin Huzaifah kepada kaisar Hurmuz, Raja Parsi, Jaafar bin Abu Talib
kepada Raja Habsyah.
Strategi hubungan luar ini diteruskan pada pemerintahan khalifah Islam
selepas kewafatan Rasulullah. Sebagai contoh, pasukan Salehuddin al-Ayubi di
bawah pemerintahan Bani Uthmaniah telah berjaya menawan kota suci umat Islam di
Baitul Maqdis. Penjajahan dan penerokaan ke Negara-negara luar merupakan
strategi dakwah paling berkesan di seluruh dunia.
F.
Hikmah Dakwah Nabi Muhammad SAW di Madinah
Hikmah sejarah dakwah Rasulullah Saw antara lain:
1.
Dengan persaudaraan yang telah dilakukan oleh
kaum Muhajirin dan kaum Anshardapatmemberikan rasa aman dan tentram.
2.
Persatuan dan saling menghormati antar agama.
3.
Menumbuh-kembangkan tolong menolong antara yang
kuat dan lemah, yang kaya dan miskin.
4.
Memahami bahwa umat Islam harus berpegang
menurut aturan Allah SWT.
5.
Memahami dan menyadaribahwa kita wajib agar
menjalin hubungan dengan Allah swt danantara manusia dengan manusia.
6.
Kita mendapatkan warisan yang sangat menentukan
keselamatan kita baik di dunia maupun diakhirat.
7.
Menjadikan inspirasi dan motivasi dalam
menyiarkan agama Islam.
8.
Terciptanya hubungan yang kondusif
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Strategi
dakwah Rasulullah s.a.w di Madinah lebih agresif dan besar. Madinah, sebagai
Negara Islam pertama menjadi nadi pergerak dakwah Islam ke seluruh dunia. Tapak
yang disediakan oleh Rasulullah s.a.w begitu kukuh sehingga menjadi tauladan
kepada pemerintahan Islam sehingga kini. Strategi yang bersumberkan kepada dua
perundangan utama iaitu al-Quran dan Hadis menjadi intipati kekuatan
perancangan Islam dalam menegakkan kalimah Tauhid. Sukses hijrah Nabi Muhammad
SAW ditandai, antara lain, keberhasilannya mencerdaskan masyarakat Muslim yang
bodoh menjadi umat yang cerdas, menyejahterakan sosial ekonomi umat dan
masyarakat dengan asas keadilan dan pemerataan, serta penegakan nilai
etik-moral dan norma hukum yang tegas. Pendeknya, Nabi Muhammad SAW berhasil membangun
kesalehan ritual yang paralel dengan kesejahteraan material, ketaatan
individual yang seiring dengan kepatuhan sosial, dan terwujudnya kesejahteraan
duniawiah-temporal yang seimbang dengan keberkahan ukhrawiah yang kekal.
Sebuah fakta
sejarah kemudian membuktikan bahwa proses penyebaran Islam dengan dakwah jauh
lebih cepat dan berkembang pada periode Madinah ini dibandingkan periode
Mekkah. Selain itu juga di Madinah, Rasulullah dan Umat Islam berhasil
membangun tata peradaban baru, tata pemerintahan, tata ekonomi dan sosial yang
demikian pesat perkembangannya.